Kota Bukittinggi adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsiSumatera Barat, Indonesia.
Kota ini memiliki luas wilayah 25,24 km² dan berpenduduk sebanyak
kurang lebih 100.000 jiwa. Letaknya sekitar 2 jam perjalanan lewat
darat (90 km) dari ibukota provinsi Padang. Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi yaitu Gunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago. Kota yang merupakan kota kelahiran Bung Hatta, adalah sebuah kota budaya di Sumatera Barat dan terkenal dengan Jam Gadang yang merupakan simbol kota Bukittinggi. Selain memiliki potensi objek wisata, kota berhawa sejuk ini
merupakan salah satu daerah tujuan utama dalam bidang perdagangan di
pulau Sumatera. Bukittinggi telah lama dikenal sebagai pusat penjualan
konveksi yang tepatnya berada di Pasar aur kuning.
SejarahSemasa pemerintahan Belanda,
Bukittinggi selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa
yang dinamakan Gemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda
telah mendirikan kubu pertahanannya pada tahun 1825, yang sampai
sekarang kubu pertahanan tersebut masih ada dam dikenal sebagai Benteng Fort De Kock. Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya.[1] Pada masa pemerintahan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand,
karena disini berkedudukan komandan Militer ke 25. Pada masa ini
Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi
Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan
nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit
Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah
Kabupaten Agam, di Kota ini pulalah bala tentara Jepang mendirikan
pemancar radio
terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat
untuk menunjang kepentingan perang Asia Timur Raya versi Jepang.[1] Pada masa perjuangan kemerdekaan RI, Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan. Dari bulan Desember1948 sampai dengan bulan Juni1949, Bukittinggi ditunjuk sebagai ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Selanjutnya Bukittinggi pernah menjadi ibukota propinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan.
Kemudian dalam PP Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959, Bukittinggi
ditetapkan sebagai ibukota Sumatera Tengah yang meliputi
keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang
masing-masing keresidenan itu telah menjadi provinsi sendiri.[1]
GeografiSecara geografis Bukittinggi terletak antara 100,210 – 100,250 derajat bujur timur dan antara 00.760 – 00,190 derajat lintang selatan dengan ketinggian 909 – 941 meter diatas permukaan laut, berudara sejuk dengan suhu berkisar antara min 16,10 – 24,90 max.[1]
PariwisataBukittinggi memiliki julukan sebagai "kota wisata" karena banyaknya objek wisata yang terdapat di kota ini. Lembah Ngarai Sianok
merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak
di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat
keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga
terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut sebagai 'Lobang Jepang'. Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau, kebun binatang dan benteng Fort de Kock yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di kota Bukittinggi Pasar Atas berada berdekatan dengan Jam Gadang
yang merupakan pusat keramaian kota. Di dalam Pasar Atas yang selalu
ramai terdapat banyak penjual kerajinan bordir dan makanan kecil
oleh-oleh khas Sumatera Barat seperti Keripik Sanjai yang terbuat dari
singkong, serta Kerupuk Jangek
(Kerupuk Kulit) yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau dan [Karak
Kaliang]], sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk
seperti angka 8. Danau Maninjau
terletak sekitar 36 km atau sekitar 45 menit perjalanan dengan mobil
dari kota Bukittinggi. Secara geografis, Bukittinggi, terdiri dari
bukit-bukit. Oleh sebab itu jalanya mendaki dan menurun, berdsarkan
bukit itulah kemudian, pemerintahan dibagi (sebelum Orde Baru
memecahnya ke dalam Kelurahan), ke dalam 5 jorong (Guguak Panjang, Mandiangin Koto Selayan, Bukit Apik Pintu Kabun, Aua Birugo, dan Tigo Baleh). Dan pada saat ini juga telah dibangun pusat perbelanjaan modern di bukittinggi. Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako, dan hotel-hotel lainnya.
Situs/Benda Cagar Budaya- Jam Gadang
- Istana Bung Hatta
Catatan dan referensi
|