Pada zaman dahulu Kota Medan ini
dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih
seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara
ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang
Saling/Sei Kera.
Pada saat mulanya yang membuka Perkampungan Medan adalah Guru Patimpus, lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejakg
selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan
lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga
akhirnya kurang popular.
dahulu kala orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular
(Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang
berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara
kedua sungai tersebut.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah
liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah.
Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh
penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi
ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan
Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau
Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik
batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.
Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba
dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk
yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang
Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona
Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota
pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak
terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli
dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai
tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup
ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan
cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat
penting. Medan Kota metropolitan
Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan
isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang
pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung
Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada.
Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki
dinamai si Kecik.
Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang
berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut
ilmu) membaca Al-Qur'an kepada
Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah
keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan
tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan
sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang
terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura.
Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita
lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan
rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang
ini. Medan Kota metropolitan
*sumber wikipedia
Sebenarnya
aku gak pengen bercerita tentang sejarah Kota Medan ini, tetapi jikalau kita
membaca keterangan wikipedia diatas.
Baiknya kita mengulang sejarah dulu, dimana Kota Medan
adalah Kota yang melalui sejarah yang panjang, tidak hanya dipandang dari sisi
kesuksesannya, tetapi Medan juga kaya akan mineral tambang, serta Kota yang
religius yang kuat.
Tapi ntah kenapa dewasa ini, berubah drastis.
Medan yang dulunya kaya akan tambangannya dan kuatnya
religius, malah sekarang ini lebih banyak mall-mall, pusat perbelanjaan, serta
spa atau pijet "plus-plus” yang belakangan ini sering kita lihat di Media-media
sering terkena rajia L.
Belum lagi masalah Kota Medan yang hingga kini tidak pernah
selesai, dan masalah ini juga menjadi sorotan berbagai Kota Metropolitan. Yaitu
"BANJIR” tetapi banjir ini bukan banjir bandang yak :D.
Setiap hujan datang, paling keras itu 2 jamnya hujannya
kan.. Tapi liat lah Medan ni Bung...
Banjirr bah..,
biasanya kata-kata ini kerap diucapkan Masyarakat Medan khususnya.
Tidak perlu mengungkit benang yang sudah kusut, tetapi saya
dalam tulisan ini setidaknya mengajak masayarkat agar lebih peduli dengan
lingkungannya. J
Ingat, bahwa dulunya Medan ini adalah Kota yang sangat
religius, madani, dan kaya akan mineral dan rempahnya.
Untuk itu di Hari Ulang Tahun Medan kali ini, marilah kita
berbenah diri "Sama-sama bekerja & Bekerja sama-sama” Untuk medan tercinta
kali ini J,
kembalikan sejarah yang sudah hampir terlupakan.
Jauhkan Medan dari "Hazabnya” semoga Allah Swt melindungi
medan ini selalu, jauhkan selalu maksiat dan narkoba dari Medan ini. Jaga lingkungan kita dari segala ancaman.
Saya berharap artikel ini berguna bagi pembaca khususnya Masyarakat
Kota Medan .
Tetep update di www.buditrb.web.id